Pemilu tahun 2019 kali ini bagi sebagian besar masyarakat awam adalah pemilu yang paling rumit. Bagaimana tidak? Pemilu tahun 2019 ini adalah pemilu pertama di Indonesia yang dilakukan secara serentak yakni selain pemilihan presiden dan wakil presiden juga diadakan pemilihan legislatif dan anggota DPD. Dibalik suksesnya pemilu tentu beberapa yang ikut andil didalamnya termasuk penyelenggara pemilu. Dan yang tidak kalah penting juga kedudukan para relawan demokrasi. Relawan demokrasi dibentuk dan dikukuhkan oleh KPU Kabupaten/kota yang berjumlah 55 orang dari berbagai unsur yakni baik dari unsur mahasiswa, penggiat komunitas, pemuka agama maupun organisasi perempuan.
Nah di tahun 2019 ini sebagai perkenalan awal, saya sebagai penulis dalam cerita ini sebenarnya sudah kali kedua bergabung dan dipilih dalam upaya meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilihan umum yakni relawan demokrasi atau singkatnya adalah relasi. Yang pertama adalah di tahun 2018 yakni perhelatan Pilkada pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Dan yang kedua di tahun 2019 ini pada Pemilu serentak.
Relasi merupakan wadah yang sangat berkesan dan memiliki bekas kenangan dan pelajaran yang sangat berarti bagi perjalanan saya pada pemilihan umum serentak 2019 ini. Mengapa demikian? selain memiliki kawan baru dari sesama relawan demokrasi, bekal untuk dapat memberikan sosialisasi yang efektif, efesien dan menyatu dengan masyarakat pemilih merupakan kado terindah bagi saya. Dimana di bulan April lalu di tengah kesibukan kami sosialisasi tentang kepemiluan adalah juga bulan kelahiran saya. Alhamdulillah dengan segala nikmat HidupNya.
Pada saat turun di lapangan untuk sosialisasi, baik dalam bentuk formal maupun non formal dalam kegiatan kelompok perbasis ataupun individu, hal menarik yang kami temukan yakni partisipasi pemilih pada pemilihan umum sebenarnya sangatlah tinggi. Pada pemilih perempuan pada khusunya mereka sangat antusias untuk menggunakan hak pilihnya dengan datang ke TPS. Satu suara sangat berharga bagi mereka. Hanya saja terdapat banyak pemilih yang terdaftar pada DPT tertentu tetapi tidak menggunakan hak pilihnya dikarenakan tidak berada di lokasi ia terdaftar sebagai pemilih pada hari pemungutan suara. Hal ini disebabkan karena banyaknya pemilih yang berada pada daerah perantauan dan tidak mengurus surat keterangan pindah pemilihnya, sehingga hal ini tentu sangat mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih.
Satu hal lagi yang sangat menggugah pikiran dan jiwa saya ketika datang dengan bentuk sosialisasi secara door to door. Ketika itu dengan sangat bahagia dan cerianya saya ketika menyampaikan dan menjelaskan lima jenis surat suara yang berbeda warna dan tata cara mecoblos yang baik dan benar, umpan timbal balik ibu URT pemilih tersebut sangatlah responsitive. Ada yang aktif bertanya apa saja mengenai pencoblosan nantinya, adapula yang duduk diam memperhatikan saya menjelaskan dan sesekali mengangguk tanda sudah memahami penyampaian saya. Namun sebelum surat suara selesai saya lipat dan menyimpannya kembali dalam tas, ekspektasi saya seketika itu pudar. Ibu yang tadinya saya lihat mengangguk tanda sudah mengerti dengan penjelasan saya, tiba-tiba meminta kembali surat suara yang ada ditangan saya. “Nak, ibu ini tidak bisa membaca dan dia sama sekali tidak tahu menahu bagaimana cara mencoblos dengan baik dan benar”. Bisik ibu yang duduk di depanku. Seketika saya berbalik ke kiri dihadapan ibu tadi ini. Saya membukakan kembali surat suara dengan lebar dan menyampaikan bahwa ibu tidak perlu khawatir, jika memang tidak bisa membaca hurufnya maka ibu bisa mengenali calon dengan melihat angka partai dan nomor urutnya. Bisik seorang ibu lagi dihadapanku, “ Ia juga tidak bisa melihat dengan jelas, Nak. Ibu ini katarak juga sebenarnya dan tidak memiliki keluarga terdekat maupun yang serumah dengannya yang bisa mendampinginya di bilik suara. Sejenak saya terdiam dan lalu kembali menjelaskan warna dan menunjukkan tata cara mencoblos surat suara, saya pun sesekali melihat mimik wajah beliau. Apa yang mata saya lihat sedikit menggerus hati saya melihat matanya berkaca-kaca yang hingga akhirnya membasahi pipinya dan lalu dengan cepat ia mengusapnya dengan tangannya sambil menutup juga wajah bagian mulutnya dengan sehelain kain yang ia kenakan di kepalanya, namun tetap memperhatikan dengan begitu baik surat suara yang terbuka lebar dihadapannya.
Apa yang saya tangkap dalam peristiwa ini adalah semangat ibu ini untuk menggunakan hak pilihnya adalah tinggi, namun dengan keterbatasannya tersebut menjadikan ia hanya seolah paham saja dan mampu mencoblos surat suara dengan baik dan benar padahal kondisi penglihatannya kurang mendukung ditambah dengan ia yang buta huruf. Ini terjadi karena ia tak ingin membuat resah orang-orang sekitarnya, salah satunya saya yang meski sebagai relasi memang memiliki tugas dan kewajiban untuk menyampaikan sosialisasi tentang kepemiluan.
Dilapangan tidak hanya dengan ekspresi tangis seperti ini, namun haru pun dan sambutan baik pada masyarakat yang kami datangi langsung dengan cara tatap muka melalui door to door. Ungkapnya sebelum kami berterima kasih dahulu karena bersedia menerima dan mendengarkan penyampaian kami, ucapan terima kasih mereka terlebih dahulu menghampiri. Bersyukur sekali karena mereka didatangi langsung kerumahnya untuk dijelaskan mengenai lima jenis surat suara yang berbeda warna tersebut, dimana bagi masyarakat pemilih begitu rumit karena jumlah yang sangat banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Namun sayang, akses jalan yang harus kami tempuh tidaklah semulus jalan raya yang ada di kota-kota besar. Apalagi Kabupaten Soppeng termasuk daerah yang dikenal dengan kondisi jalannya yang masih minim dan banyak yang berlubang. Utamanya jalan menuju pemukiman yang berada di daerah terpencil. Tetapi hal ini bukanlah kendala besar yang dapat membuat saya menyerah untuk bertatap muka langsung kepada masyarakat. Karena ketika berhadapan langsung dan berbagi tentang kepemiluan kepada masyarakat ada banyak energi positif yang saya dapatkan. Keramahan, ketulusan, antusias dan penghargaan masyarakat yang begitu tinggi. Yang mengasyikkan lagi saat sosialisasi door to door seperti ini adalah kami selalu disuguhkan minum atau makanan. Apalagi jika yang disinggahi ada acara hajatan, maka itu adalah sasaran yang paling empuk untuk sosialisasi. Tentu hal ini membuat kami sebagai relasi sangat senang karena bukankah itu berarti juga bahwa kehadiran kawan relasi (relawan demokrasi) menjadi hal yang sangat berarti bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilihan umum.
Akhir kata semoga eksistensi relawan demokrasi adalah benar sebagai bentuk upaya meningkatkan partisipasi pemilih sehingga proses demokrasi di Indonesia dapat semakin menjadi lebih baik lagi dan keutuhan NKRI akan tetap selalu terjaga. Aamiin Allahumma Aamiin…

Watansoppeng, 28 Juni 2019
Yayu Oktaviani ( Relasi Basis Pemilih Perempuan )